Rabu, 21 Desember 2011

MENGEMBANGKAN KUALITAS DAN BERBAGI NILAI POSITIF


Sebuah ruangan di lantai lima Citywalk Sudirman, Jakarta, begitu meriah, Kamis (15/12) malam lalu. Lebih dari 700 orang berkumpul. Dengan penuh antusias dan gembira, mereka dengan penuh semangat mengikuti acara hingga tuntas.

Sorak-sorai dan tarian malam itu adalah acara pembuka untuk membangkitkan semangat orang-orang tersebut. Dan, memang betul. Meski mulanya tampak letih selepas bekerja seharian, mereka menjadi kembali bersemangat.

Begitulah cara Freedom Faithnet Global (FFG) memulai kegiatannya. Acara malam itu yang juga dihadiri anggota komunitas ini dari sejumlah negara, merupakan pertemuan rutin bagi anggota yang digelar tiap Kamis malam. Tak cuma di Jakarta, acara yang disebut Welty Cell ini juga diadakan serentak di kota-kota lain di seluruh Indonesia. Termasuk di beberapa kota di luar negeri.

Welty Cell adalah salah satu kegiatan rutin FFG. Dalam acara ini, mereka tak sekadar berkumpul. Lebih dari itu, acara tersebut merupakan ajang berbagai pengalaman hidup, sekaligus menjadi kesempatan bagi anggota komunitas untuk belajar berbagai hal, mulai dari motivasi diri, kepemimpinan, hingga kewirausahaan.

Pengembangan kualitas manusia memang menjadi tujuan utama FFG. Komunitas ini didirikan oleh Onggy Hianata, W.S. Yong, dan Mystere Teh. Dua nama terakhir merupakan motivator asal Malaysia.

Menurut Onggy, manusia merupakan aset paling berharga, baik bagi perusahaan, lingkungan, maupun negara. Jika setiap orang bisa meningkatkan kualitas hidupnya, lingkungan di sekitarnya turut memiliki kualitas yang tinggi. Pekerjaan untuk membangun manusia berkualitas bukanlah hal mudah. Karena itulah, ia terinspirasi membangun FFG.

Komunitas ini pun menjadi semacam sekolah informal bagi para anggota. Berbeda dengan sekolah formal yang lebih menekankan pada intelegensi, Onggy bilang, sekolah informal ini lebih menekankan pada aspek kecerdasan emosional. “Orang dengan IQ tinggi tanpa kecerdasan emosional yang tinggi tentu akan gagal di masyarakat,” ujar Onggy.

Onggy mulai merintis komunitas ini sejak sepuluh tahun lalu. Waktu itu, namanya cuma Faithnet. Namun, sejak pertengahan 2009, ia merangkul Freedom International untuk bergabung. Mulai saat itu, nama komunitas itupun menjadi Freedom Faithnet Global.

Perkembangan komunitas ini bisa dibilang luar biasa. Kini, anggota yang terdaftar di FFG mencapai lebih dari 100.000 orang. Memang, anggota yang aktif paling-paling hanya sekitar 5.000 hingga 10.000 orang. Tetapi, jumlah sebanyak itu tentu cukup mengesankan.

Tak cuma itu, komunitas ini telah melebarkan sayap hingga ke 50 negara di lima benua. Dari Asia, sebut saja, Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, Hong Kong, Arab Saudi, dan Iran. Dari benua Afrika, ada Kamerun, Afrika Selatan, Pantai Gading, Ghana, serta Kongo.

Anggota yang berasal dari Eropa juga tak sedikit. Mereka berasal dari Jerman, Inggris, Belanda, dan Austria. Lalu, ada juga anggota dari Australia dan Brasil di benua Amerika. “Jumlah anggota di seluruh dunia lebih dari satu juta orang,” klaim Yulianny, aktivis FFG.

Anggota dari luar negeri pun tak sekadar mengikuti kegiatan di negara mereka masing-masing. Mereka juga antusias datang ke Indonesia untuk mengikuti acara FFG yang bertajuk Life Changing Bootcamp.

Inisiasi anggota

Bootcamp termasuk kegiatan inti FFG. Acara ini menjadi semacam inisiasi bagi mereka yang mau masuk menjadi anggota komunitas. Kegiatan yang sudah dimulai sejak sekitar delapan tahun lalu ini rutin digelar setiap dua bulan sekali di kawasan Puncak, Bogor.

Tema acara bootcamp adalah Value Your Life. Pemilihan tema ini tentu bukan tanpa alasan. Onggy menjelaskan, setiap orang pada dasarnya mencintai kedamaian dan peduli kepada orang lain. Cuma, karena berbagai kepentingan baik bisnis maupun politik, sikap dasar tersebut seringkali hilang.

Dengan Life Changing Bootcamp, Onggy menuturkan, orang diajak untuk berubah dan kembali peduli terhadap sesama. Dengan metode simulasi selama tiga hari, peserta digiring untuk membongkar berbagai kepentingan yang selama ini menjadi beban hidupnya. “Mengubah cara pandang terhadap hidup menjadi individu yang tangguh,” tuturnya.

Yulianny mengisahkan, banyak anggota yang mengikuti kegiatan bootcamp benar-benar mengalami berbagai perubahan hidup. Kebiasaan-kebiasaan buruk pun menghilang selepas acara tersebut. “Seperti merokok, minum-minuman keras, ataupun trauma-trauma tertentu hilang,” ungkap dia.

Yulianny menganalogikan bootcamp seperti sebuah komputer yang direset ulang. Anggota komunitas yang mengikuti kegiatan ini akhirnya bisa menemukan potensi mereka yang sebenarnya. Bandar dan pecandu narkoba pun berhenti memakai barang haram itu setelah mengikuti bootcamp.

Memang, Onggy mengakui, tak semua orang merasakan manfaat yang sama. Ada juga yang tak mengalami perubahan apa pun selepas mengikuti acara tersebut. Tergantung masing-masing peserta. Sebab, perubahan dan nilai positif bisa diperoleh jika datang dengan pikiran terbuka. “Namun, kegiatan ini bukan tempat mesin cuci otak,” tegas Onggy.

Perubahan paska mengikuti bootcamp juga dirasakan Yamal Hasmanan. Presiden direktur sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti ini menjadi anggota FFG sejak pertengahan 2009 lalu. “Ibarat mobil, saya seperti melakukan reengine dan siap untuk melaju di sirkuit apa pun,” paparnya.

Salah satu perubahan kecil yang dialami Yamal adalah lenyapnya kebiasaan merokok. Padahal, ia termasuk perokok aktif selama 25 tahun. Baik di mobil, di rumah, maupun di kantor, dia tak bisa meninggalkan kebiasaan tersebut.

Setelah mengikuti bootcamp selama tiga hari, Yamal merasa harus berubah. Dan, perubahan paling mudah yang bisa dilakukannya adalah berhenti merokok. Padahal, sebelumnya, berhenti merokok ia anggap sebagai hal yang paling sulit untuk dilakukan.

Tentu saja, perubahan hidup Yamal tak cuma soal rokok. Dia mengaku, banyak hal positif yang diperolehnya. Menjadi lebih sabar, misalnya. Padahal sebelumnya, Yamal termasuk orang yang arogan dan tak sabaran. Ia pun merasa makin mesra dengan keluarganya.

Sebagai orang nomor satu di perusahaannya, Yamal juga sebelumnya harus menjaga jarak dan citra di depan para karyawannya. Kini, ia selalu tersenyum dan menyapa semua karyawan, dari satpam hingga office boy. “Karyawan saya sekarang menjuluki saya funky director,” katanya bangga.

Bagi anggota FFG, perubahan ke arah yang lebih baik tidak hanya dinikmati sendiri saja. Bagi komunitas ini, nilai-nilai positif yang mereka dapat harus disebarkan kepada sesama, baik di lingkungan keluarga, kerja, maupun sosial.

Inilah yang dirasakan Sudarmono Djoko Nugroho yang menjadi anggota FFG sejak pertengahan 2008 lalu. Mulanya, hanya istrinya, Ary Hellya, yang ikut FFG. Ia sendiri tak tertarik dengan kegiatan sang istri. “Saya juga semula tidak mendukung kegiatan tersebut karena kesannya cuma menghabiskan waktu,” ungkapnya.

Berbagi kasih

Namun, suatu ketika, Sudarmono dipaksa untuk mengikuti sebuah kegiatan FFG yang dikenal dengan nama D&A Nite. Acara ini merupakan seminar yang diadakan tiap tiga bulan sekali. Tak jauh dengan Welty Cell, kegiatan ini juga berisi mengenai pengembangan diri, kepemimpinan, komunikasi, dan kewirausahaan.

Nah, saat mengikuti acara tersebut, Sudarmono mendengarkan testimoni dari salah seorang anggota. Kisah yang memilukan itu ternyata mampu menyentuh kebekuan hati Sudarmono selama ini. Tanpa sadar, ia pun menangis.

Padahal, lama sudah Sudarmono tak bisa menangis. Bahkan, saat anaknya meninggal dunia sekali pun, dia tak menitikkan air mata. Kematian, bagi Sudarmono, adalah sebuah takdir yang tak perlu ditangisi. “Namun, malam itu, saya menangis dan merasa hidup saya ternyata masih begitu beruntung,” aku Sudarmono.

Peristiwa malam itu benar-benar mengubah pria yang menduduki jabatan vice president business development sebuah perusahaan kontraktor minyak dan gas asing ini. Sejak itu, Sudarmono bergiat di komunitas tersebut dan aktif mengajak teman-teman dan koleganya bergabung.

Tak cuma sampai di situ. Sudarmono pun menularkan nilai-nilai positif yang ia peroleh kepada orang-orang di sekitarnya. Sebab itu, ruang kantornya selalu terbuka untuk siapa pun yang memiliki masalah. Ia juga menjadi semakin banyak membantu orang lain. “Bagi saya, kebahagiaan adalah jika kita bermanfaat buat lingkungannya,” ujar Sudarmono.

Salah satu kegiatan nyata komunitas ini lainnya adalah FFG Berbagi Kasih yang diadakan setiap tiga bulan sekali. Kegiatan ini serupa bakti sosial untuk membantu orang-orang yang membutuhkan, seperti panti asuhan maupun panti jompo. “Bukan cuma membantu materi, tapi juga mengajak mereka ngobrol,” imbuh Onggy.

Raoul Rubben, salah satu anggota FFG asal Kamerun, mengakui manfaat besar yang ia peroleh dari komunitas ini. FFG sudah memberikan banyak perubahan yang berarti bagi diri dan hidupnya. Karena itu, “Saya berharap sekali, bendera FFG bisa berkibar di seluruh Afrika,” ujar pria yang berprofesi sebagai dokter ini.


Ingin bergabung di Club Ini : Hub o81703742054